Politik adalah bagi ulama (yang lengkap persyaratannya), nabi dan wali Allah, inilah politik haq, politik Islam. Mereka bertugas memberikan hidayah kepada Negara, masyarakat, individu serta membawa mereka menuju seluruh mashalih yang mungkin bagi individu dan masyarakat, yang dalam quran diistilahkan sebagai : shiratual muataqim. Yang dalam shalat kita selalu mengutarakannya : “ Tunjukkan kami ke shiratal mustaqim (jalan yang lurus)”. Yang berarti kita meminta kepada Allah untuk membawa bangsa, masyarakat dan individu manusia ke jalan yang lurus.
Politik bermakna (seseorang)menghidayahi masyarakat ke jalan yang dimana adanya maslahat masyarakat padanya. Dalam riwayat kita telah digunakan oleh Rasul dengan ungkapan siyasah. Sebagaimana tertulis dalam doa dan ziarah Jami’ah diman dikatakan bahwa Rasulullah adalah sasatul ‘ibad, dimana didalam riwayat dinyatakan bahwa Rasulullah diangkat untuk bertanggung jawab untuk siasat umat (menghidayahi umat).
Imam Khomeini qs
Siasah dari kata سا س . يسوس yang berarti menjaga, dalam istilah permasalahan masyarakat dan pemerintahan dan memperhatikan batasan setiap sesuatu. Dalam Lisan ul Arab jld 6 hal 108 dinyatakan bahwa : السياسه القيام علي الشيئ بما يصلحه (politik adalah melakukan sesuatu untuk maslahat padanya). Pada asalnya digunakan sebagai penjagaaan hewan ternak (gembala). Ketika dua mafhum ini digabungkan maka dapat dimengerti bahwa dia bermakna ; menjaga, memimpin dan menggembala hewan ternak, yang merupakan tarbiyah untuk mengatur, memimpin dan tarbiyah hewan dua kaki.
Sebagaimana Rasul Islam dan juga para rasul sebelumnya, sebelum memimpin manusia dalam sekian waktu telah berpengalaman menjadi gembala dimana menjaga domba untuk tidak jatuh ke jurang, menjaganya untuk tidak diseang serigala dan binatang buas yang lain, melerai dari pertikaian satu sama lain dan mencegahnya untuk terjadi hal demikian, merawat domba yang lemah dan memberi mereka minuman dari air yang segar dan jernih. Membawa ternak tersebut ketempat yang penuh dengan rerumputan yang hijau dan membawa kembali domba yang tersesat.
Kemudian ketika menjadi pemimpin umat mereka telah berpengalaman mengatur dan memimpin serta membimbing untuk mengikuti aturan dan hokum Ilahi, menghindarkan umatnya dari gangguan setan besar dan kecil baik dalam maupun dari luar, mendidik mereka hingga sampai batas yang dapat dibayangkan serta melindungan mereka yang lemah. Juga mencari mereka yang tersesat dalam kegelapan dholalah dan dengan kasih dan sayangnya membimbing nya untuk dapat berjalan bersama caravan Ilahi. Menjaga persatuan mereka , berjalan bersama jamaah sehingga tidak termakan oleh srigala penindas dan penjajah serta kebuasan yang tidak terdidik. Membawa mereka pada tamadun dan kebudayaan, menuntun jema’ah dari kerendahan dunia menuju ketinggian sorga yang penuh kebahagiaan.
Rasul Islam dan Aimah as diantara para ambiaya’ sebagaimana para politikus yang layak, mengatur dan membimbing yang mendapat predikat سا سه العباد (politikus para hamba Allah). Setiap pribadi dari para Anbiya pada dasarnya menjadi pemimpin satu umat dan menjadi politius local- sebagaimana nabi Isa as dinyatakan : “saya tidaklah siutus kecuali untuk domba yang tersesat dari Bani Israel (Injil Matius). Dan Rasul Islam menjadi politikus global قادة الامم (pemimpin ummat). Montgomery Watt dalam Mohammad Prophet and Stateman menuliskan langkah Rasulullah di Mekah dan Madinah telah membentuk bangunan politik dengan penuh kebijaksanaan dan keadilan penuh hikmah.
Imam Khomeini menulis tentang mendunianya politk Rasulullah sawa: “Memang, orang orang Arab inilah yang penuh gejolak dan selalu panas dengan peperangan dan pertikaian dimana tidak pernah masuk di akalnya masalah politik kemudian dalam waktu yang relative singkat mereka di dibina dengan Qur’an dan serta mengalahkan dua impratur – Roma dan Iran- yang mana pada maa itu dapat dikatakan penguasa dunia dan kemudian menguasai hingga Eropa . Tentulah penguasaan Islam tidak sama dengan penguasaan Napoleon yang hendak menjajah negara negara tersebut, tapi Islam menguasai Negara tersebut untuk membina masyarakatnya, menjadikan mereka muwahid (berkeyakinan pada ke Esaan Allah), kebuasan mereka dirubah menjadi beradab.” [Imam Khomeini.]
Bentuk-bentuk Politik
1. Politik Setan
Politik setan adalah semua bentuk politik yang bertentangan dengan kemanusiaan dan kepentingan manusia.membawa manusia kepada kehancuran dan menentang semua program Ilahi. Kepemimpinan thaghtut menjadi simbul dari pada politik ini. Sebagaimana disebutkan dalam Quran : “mereka yang kafir pemimpinya adalah thaghut yang akan mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan” (Al Baqarah 2: 257).
Sebagaimana sering juga di kumandangkan bahwa politik adlah tipu muslihat, atau politik kotor dan sebagaimnya maka inilah contoh dari bentuk politik setan.
2. Politik Hewan.
Politk hewan adalah politik yang berjalan dengan benar tapi hanya untuk kepantingan satu atau sebagian aspek dari kehidupan manusia. Jadi boleh jadi dalam politik ini menjalankan semua aturan Islam tapi hanya untuk kepentingan pemerintahan yang dipimpinnya, sehingga negara menjadi negara Islam tapi tidak membawa kepentingan manusia kecuali hanya kepantingan yang menyengkut masalah papan , pangan dan sandang. Manusia bukan hanya tidak hanya memelukan ketiga hal tersebut. Banyak hal lagi yang diperlukan, keperluan materi dan non materi, lahiriah dan bathiniyah. Politik hewan boleh jadi menyediakan semua aspek , yaitu aspek lairiyah dan bathiniyah tapi keduanya sampai pada kepentingan yang akan menunjang keberlangsungan pemerintah atau hanya dicukupkan untuk memenuhi tuntutan temporal. Dengan ungkapan lain keperluan materi dan non materi tersebut hanya untuk memenuhi keperluan aspek hewani yang ada pada manusia.
3. Politik Islam.
Politik Islam memeiliki makna menuntun dan mencerahi manusia (masyarakat) menuju situasi dan kondisi yang layak bagi mereka (manusia). Didalam riwayat kita jumpai bahwa ungkapan politik di khususkan paa rasul, mereka yang penanggung jawab politik umat.
Politik adalah bagi ulama (yang lengkap persyaratannya), nabi dan wali Allah, inilah politik haq, politik Islam. Mereka bertugas memberikan hidayah kepada Negara, masyarakat, individu serta membawa mereka menuju seluruh mashalih yangmungkin bagi individu dan masyarakat, yang dalam quran diistilahkan sebagai : shiratual muataqim. Yang dalam shalat kita selalu mengutarakannya : “ Tunjukkan kami ke shiratal mustaqim (jalan yang lurus)”. Yang berarti kita meminta kepada Allah untuk membawa bangsa, masyarakat dan individu manusia ke jalan yang lurus.
Politik ini merupakan tugas para anbiya dan rasul yang kemudian dilanjutkan oleh aimah as danketika ghaibnya imam Zaman maka dilaksanakan oleh ulama yang sadar. Politik Islam mencakup permasalahan keperluan duniawi dan juga ukhrawi dan juga jalan menuju kearah itu. Masyarakat dibawa kepada nilai ideal dari kehidupan dua alam, jadi maslahat disini adalah semua kebaikan, materi maupun spiritual-dalam artian yang sempurna, yaitu titik ideal, sehingga menuntunmanusia menjadi manusia sempurna (insan kamil).
Tugas para nabi adalah berpolitik (siyasah), maka agama adalah politik itu sendiri. Masyarakat dengan politiknya akan dibawa bergerak menuju ketempat yang maslahat (yang baik) bagi kehidupan mereka baik secara individual maupun komunitas. Apa bila politik bermakna keburukan dan kebohongan (kezaliman dan pembunuhan) maka itu adalah politik mereka. Politik Islam, muslimin dan imam para pemberi petunjuk (aimah huda as) sebagai pemandu (gembala) para hamba Allah, berbeda sangat kontras dengan makna tersebut (Imam Khomeini qs).[] Bersambung…
Tulisan Ini dikutip dari; http://islammuhammadi.com